Senin, 15 Juni 2009

NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. Pengertian Netralitas PNS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:613) menyatakan bahwa Netral adalah tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak). Sedangkan Netralitas adalah keadaan dan sikap netral (tidak memihak, bebas).

II. PNS dan Partai Politik

Untuk membangun demokrasi pemerintahan dan birokrasi yang bebas dari campur tangan partai politik, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 mengatur :
a. Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan   pelayanan kepada masyarakat secara profesional, Jujur, adil dan merata dalam  penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan;
b. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua  golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada  masyarakat;
c. Untuk menjamin netralitas, pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Apabila melanggar ketentuan peraturan perundangan maka dapat dijatuhkan sanksi berupa pemberhentian sebagai PNS (Pasal 3 ayat (3) dan penjelasan umum angka 6 UU Nomor 43 Tahun 1999).

III. PNS dan Pemilihan Kepala Daerah


Menurut Ayat (1) Pasal 79 UU 32 Tahun 2004 mengatakan bahwa Dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah, dilarang melibatkan :
a. Hakim pada semua peradilan
b. Pejabat BUMN/BUMD
c. Pejabat Struktural dan fungsional dalam jabatan negeri
d. Kepala Desa

Ayat (3) Pasal 79 UU 32 Tahun 2004 mengatakan bahwa pejabat negara yang menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan :
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara
c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas 
  penyelenggaraan pemerintahan daerah

Ayat (4) Pasal 79 UU 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota TNI, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pasal 80 mengatakan bahwa pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. 

Sedangkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah mengatur sebagai berikut :
• Bagi PNS yang menjadi calon Kepala atau Wakil Kepala Daerah :
– wajib membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri pada jabatan struktural atau fungsional yang disampaikan kepada atasan langsung untuk dapat diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
– dilarang menggunakan anggaran pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
– dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;
– dilarang melibatkan PNS lainnya untuk memberikan dukungan dalam kampanye.

Bagi PNS yang bukan Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah
a. Dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung Calon Kepala Daerah dan atau 
  Kepala Daerah
b. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam kegiatan kampanye
c. Dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
  satu pasangan calon selama masa Kampanye
d. atas penunjukan KPUD dengan persetujuan Kepala Daerah

Penjatuhan Hukuman Disiplin atas Pelanggaran ketentuan tersebut, didasarkan atas kriteria sbb :
a. Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah paling lama 1  tahun :
  • Bagi PNS yang melibatkan PNS lainnya untuk memberikan dukungan dalam kampanye;
  • Bagi PNS yang duduk sebagai Panitia Pengawas Pemilihan, kecuali dari unsur Kejaksaan dan 
  Perguruan Tinggi

b. Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa Pemberhentian dengan Hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dengan hak-hak kepegawaian sesuai peraturan perundang-undangan :
  • Bagi PNS yang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung Kepala atau Wakil Kepala Daerah
  • Bagi PNS yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam kegiatan kampanye
  • Bagi PNS calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tidak mematuhi kewajiban 
  menjalani cuti selama proses pemilihan sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan yang 
  berlaku

c. Hukuman disiplin berat berupa Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS :
  1. Bagi PNS yang tidak membuat surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan negeri apabila terpilih menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang diserahkan kepada instansinya;
  2. Bagi PNS yang menggunakan anggaran pemerintah, dan pemerintah daerah dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
  3. Bagi PNS yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
  4. Bagi PNS yang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye

Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 270/2525/SJ Tanggal 29 Oktober 2007 perihal Netralitas PNS dalam PEMILU KDH/WKDH menyatakan bahwa PNS yang bukan calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dilarang :
  1. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah atau Wakil  Kepala Daerah;
  2. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam kegiatan kampanye atau  pemenangan salah satu pasangan calon
  3. Mengikuti rapat konsolidasi atau rapat lain untuk pemenangan salah satu pasangan calon
  4. Mempengaruhi KPUD agar menguntungkan salah satu pasangan calon;
  5. Memanfaatkan/mempengaruhi birokrasi untuk menguntungkan salah satu pasangan calon;
  6. Mengajak/menganjurkan masyarakat untuk memilih salah satu pasangan calon.

 Terhadap pelanggaran ketentuan di atas akan dikenai sanksi pelanggaran disiplin sebagaimana  diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai 
 Negeri Sipil.


PNS yang dikenakan penahanan

Dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian baik di pusat maupun di daerah, sering terjadi adanya PNS yang ditahan oleh pihak yang berwenang karena melakukan suatu tindak pidana atau lainnya sehingga yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai PNS.
Terhadap PNS yang ditahan tersebut, maka berdasarkan PP 4 Tahun 1966 jo UU 43 Tahun 1999 menyatakan bahwa sejak penahanan yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatan negeri sampai adanya keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Pemberhentian sementara dari jabatan negeri bukan memberhentian yang bersangkutan dari status PNS nya, namun memberhentikan sementara yang bersangkutan dari aktivitas sebagai PNS.

PNS yang diberhentikan sementara dari jabatan negeri mendapat bagian dari gaji pokoknya sebesar : 
 @ apabila ada petunjuk yg meyakinkan diberi gaji 50%.
 @ apabila blm ada petunjuk yg jelas diberi gaji 75%.
 
Pemberhentian sementr dari jabatan negeri tersebut dalam rangka menjamin kelancaran pemeriksaan. Apabila telah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka :
- Apabila PNS yang diperiksa tersebut ternyata tidak bersalah maka PNS direhabilitasi terhitung sejak dikenakan pemberhentian sementara (rehabilitasi = PNS yg diaktifkan & dikembalikan pada jabatan semula)
- Apabila ternyata bersalah/dihukum penjara/kurungan, maka PNS yang bersangkutan dapat diberhentikan atau tidak dengan memperhatikan ketentuan pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, & ayat (5) huruf c UU 43 Tahun 1999.